Riuh ramainya gedung DBL yang suaranya berasal dari sorakan para penonton match DBL hari pertama, atau lebih khususnya sorakan tersebut berasal dari suara para siswa dan siswi yang sedang menyanyikan chant kebanggaan milik sekolah mereka masing-masing untuk menyemangati teman-temannya yang sedang tanding, dan juga mayoritas dari mereka ada yang sampai berteriak karena semangatnya yang sangat berapi-api.
Kedua capo yang sedang berdiri di atas tribun paling depan juga tak kalah semangatnya dari teman-temannya, yang pada akhirnya membuat semua mata tertuju pada kedua capo tersebut yang sedang memimpin teman-temannya untuk jalannya nyanyian chant sambil berjoget sesuai tempo.
Tak lupa juga setelah itu para suporter mengangkat koreo yang bertuliskan #KitaSatu, yang merupakan hasil kerja keras dari para pengurus koordinator suporter SMAN Neo 1.
Semua mata memang tertuju pada kedua capo itu, tetapi berbeda dengan Farell Raksadipa Hanarko si ketua koor itu yang sedang penuh dengan konsentrasi memandu teman-temannya. Ia juga sedang sambil menelisik satu per satu wajah-wajah yang berada di tribun Neo 1 untuk mencari keberadaan sang pujaan hatinya.
Setelah sekitar 1 menit berlalu, dan akhirnya ketemu.
Ternyata seseorang yang sedang dicarinya sejak awal mula match berlangsung tadi sedang berada di tribun bagian pojok kiri dan di barisan tengah.
Sudah Farell duga sejak awal jika lelaki yang ia cari dari tadi sedang berada di tribun yang sedikit jauh dari keberadaannya, karena memang terlalu berisik untuk berada di tribun dekat capo, dan Abid memang tidak suka berada di tribun dekat capo karena pasti kekasihnya itu akan mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menggodanya.
Dan benar saja.
Abid yang jangkauannya masih terhitung jauh dari tribun capo, Farell masih sempat saja menyapa dan menggodanya dengan mengedipkan matanya sambil tersenyum lebar.
Kedua pipinya memperlihatkan semburat berwarna merah tomat, menandakan kalau lelaki itu salah tingkah. Dan yang di waktu yang bersamaan ia juga membatin dalam hati, ”Pacar gue kambuh, anying…”
Usai pertandingan DBL tadi, anak-anak Neo 1 menyebar kesana dan kemari—entah itu mereka menunggu jemputannya untuk langsung pulang, atau tipikal anak-anak seusai nribun pada umumnya, yaitu nongkrong di cafe sekitar DBL.
“Halo, Yaaah. Jemput aku sekarang bisa nggak?”
“Halo, Dek. Kamu dimana?”
“DBL, Ayaaah. Kan tadi aku udah bilaang ih,”
“Ooh, tapi ini Ayah belom siap-siap, jadi kamu nunggu agak lama gapapa ya?”
“Yaudah, jangan lama-lama banget tapi.”
“Hati-hati, Ayah.”
“Iya, Dek.”
tuuut.
Abid menghela nafas panjang sambil melihat jam tangan yang menempel di tangan kirinya dan jam nya menunjukkan pukul 17.44 WIB.
“Tandingnya selesai udah dari 30 menit yang lalu, jadi ngga mungkin kalo Farell udah selesai eval nya,” batinnya dalam hati.
Sudah 1 setengah jam berlalu, tetapi Ayah Abid juga belum terlihat batang hidungnya. Katanya saat di telepon tadi, lelaki yang bernama Bastian itu sedang terjebak macet karena efek malam minggu, membuat orang-orang pergi keluar rumah untuk jalan-jalan.
Karena merasa bosan, akhirnya Abid berjalan menuju Starbucks sebelah gedung DBL untuk membeli minuman kopi kesukaannya.
Tetapi, di tengah-tengah perjalanannya, Abid menangkap sesuatu dengan kedua matanya, yaitu terlihat Farell sedang membonceng lelaki yang juga memakai kaos suporter Neo 1.
“Hah…. itu siapa dah?”
Daripada memikirkan yang tidak-tidak, lelaki Agustus itu lebih memilih untuk menghiraukan pikiran kacaunya itu dan bergegas menuju Starbucks.