Bau dari sisa hujan semalam masih menguar di jalanan. Hawa yang dingin dan warna langit yang sedikit mendung di pagi ini semakin ingin membuat para siswa dan siswi Neo 1 untuk tetap tidur di rumah sembari bersembunyi di balik selimut yang hangat daripada berangkat sekolah untuk bertemu dengan mata pelajaran yang sampai ingin membuat muntah, apalagi setelah ini akan ada apel pagi.
“IQBAAAL!”
“Anjing, Bid. Jangan keras-keras napa,” ujar Kiki yang sedang mengerjakan rangkuman mapel Sejarah Indonesia, Abid membalasnya dengan cengiran.
“Paan panggil-panggil gua.” Pemilik nama yang diteriakkan Abid tadi kini tengah berada di hadapannya.
“Sarasa guaa anjrit, lu ilangin kemana hah?” maniknya menatap Iqbal dengan sinis, tangannya tersilang di depan dadanya.
“Oh iya hehe... ada di tas gua kok, Bid.” Jawabnya sebelum berlari ke arah bangkunya dan mengambil pulpen yang dimaksud Abid tadi.
“Pake nyengir-nyengir lagi lu, monyet.”
“Yailaah sori banget dah, gua kemaren mau ngasih ke lu tapi ya kelupaan.”
“Iye gapapa, untungnya kaga ilang juga sih. Dah dah sono.”
Iqbal tersenyum melihat ke arah Abid “Hehe thanks yooo, Abiddd.”
“Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Dikarenakan upacara apel pada pagi hari ini akan segera dimulai, dimohon untuk kepada para siswa dan siswi SMAN Neo 1 segera berbaris di lapangan.” terdengar suara Pak Adi di pagi ini dari speaker kelas.
“Anying kaget gue, aba-aba dulu napa sih, Pak.”
“Mana suaranya Pak Adi kaga pernah santai anjrit.” Abid meraba-raba kolong mejanya untuk mengambil topi sekolah.
“Sekali lagi, dimohon untuk seluruh siswa dan siswi Neo 1 untuk segera berbaris di lapangan, karena upacara apel akan segera dimulai.”
“Terutama yang berada di lantai 2 dan 3 segera turun dan dipercepat langkahnya.”
“Buset iye, Pak, iye. Lagian masih jam 6.20 anying.” Kiki terpaksa harus menyimpan buku dan pulpennya kembali, meskipun tugasnya tadi belum selesai.
“Yusuf, Yusuf. Itu kok malah joget-joget di depan kelas. Segera turun!” suara Pak Adi dari speaker itu terdengar sedikit lebih kencang karena kesal melihat Yusuf yang sedang menggoda beliau, membuat seisi kelas dipenuhi oleh gelak tawa.
“Kebiasaan banget dah si Yusuf gaada kapok-kapoknya sama doi.”
“Bukan gaada kapoknya sih, lebih ke ga mungkin, Bid.” Kiki mengikuti langkahnya yang kini sedang berjalan ke depan kelas.
Dikarenakan kondisi di dalam kelas sedang rusuh yang ditimbulkan oleh sebagian temannya yang sedang mencari topi untuk upacara, maka, mereka berdua memilih untuk menunggu diluar sambil memandangi orang-orang yang berlalu lalang untuk bersiap-siap menuju lapangan
Alasan lain bagi Abid, dia juga ingin sambil mencuri kesempatan untuk melihat kekasihnya, karena dari tadi ia sama sekali belum melihat batang hidungnya. Padahal, biasanya sepasang kekasih itu sering kali bertemu di depan gerbang sekolah.